Orangterkaya-id.blogspot.com - Peter Sondakh, beralih yang semula
berbisnis properti di saat mengalami kelesuan ke bisnis batu bara di era
reformasi. Bukan tanpa perhitungan, Peter Sondakh melalui PT. Golden
Eagle Energy nya berhasil masuk industri bahan tambang. Ia menjadi
orang terkaya nomor 8 versi Forbes, total kekayaanya sekitar Rp. 24, 7
triliun. Ia adalah CEO Rajawali Group, perusahaan yang berjaya dari masa
orde baru dan reformasi.
Karir bisnis
Peter Sondakh lahir di tahun 1953. Ayahnya memulai bisnisnya sejak 1954,
memproduksi minyak kelapa serta mengekspor kayu. Tahun 1954, ayahnya
merupakan inspirasi bisnisnya, meninggal dan akhirnya mewariskan bisnis
kecilnya. Dia, Peter Sondakh, yang baru 20 tahun harus mengambil alih
bisnis mencari nafkah untuk keluarga. Dia harus membiayai ibu serta
empat orang saudara perempuan.
Ia yang berumur 22 tahun, mengambil alih bisnis minyak kelapa dan ekspor kayu, mendirikan PT. Rajawali Corporation. Melalui Rajawali Corporation, ia memulai bisnis properti sebagai perluasan usaha yang ditekuni ayahnya. Peter mencoba memasuki korporasi besar, berkat keahlian kumonikasinya ia dekat dengan orde baru. Menyadari bisnis properti tidak menguntungkan, tahun 1984, ia menggandeng Bambang Trihatmodjo, putra dari president Soharto, menjalin kerja sama dengan PT.Rajawali Corporation miliknya.
Bersama- sama, keduanya mendirikan stasiun televisi pertama RCTI, lalu membangun bisnis hotel Grand Hyatt di tengah Jakarta. Sementara itu, ia juga fokus dengan bisnis pribadinya dibawah perlindungan orde baru. Dia mengambil alih bisnis gagal PT.Bentoel Group, resmi memasuki bisnis rokok. Pada 1999, PT.Bentoel mulai memperlihatkan geliat yang baik memberikan keuntungan. Berlanjut, ia yang melihat potensi pariwisata mendirikan bisnis Lombok Tourism Development Corporation.
Melalui Rajawali, ia membangun kemitraan mengembangakan Hyatt Hotel dan Novotel Sheraton menjadi jaringan hotel bintang lima. Pada tahun 2009, perusahaan mengakuisisi jaringan hotel berbintang lima lain di luar Indonesia. Ini peluang besar dengan Surfers Paradise Resort Hotel Pty. lmtd dari Australia. Perusahaan tersebut merupakan jaring hotel di Australia yang baru- baru ini membangun St. Regis Resort di Bali.
Meski sulit mengenalnya sebagai pribadi. Perusahaan holdingnya tidak memiliki situs resmi yang memaparkan profil pemilik secara pribadi. Tapi, dia sudah dikenal secara sepak terjangnya sebagai pengusaha, dia dikenal sabagai pebisnis perhotelan, rokok, gedung perkantoran, telekomunikasi dan media, ritel, farmasi, pariwisata, hingga transportasi. Sekali lagi Peter merupakan sosok yang menarik melalui sepak terjangnya. Kita tidak pernah tau, bagaimana dia melihat suatu bisnis sepenuhnya.
Rajawali memiliki caranya selalu bertahan. Meski krismon, Peter melakukan serangkaian divestasi (melepas saham kepemilikan). Pada 2005, dia melepas saham atas Exelcomindo yang sebenarnya bagian dari Telekom Malaysia Group sebanyak 27,3%. Langkah selanjutnya, Rajawali melepas saham untuk 15, 97% atau senilai US$.438 juta untuk dana segar. Dana tersebut digunakan kembali untuk investasi 24, 9% di PT. Semen Gresik. Saham di PT. Semen Gresik membuat Rajawali semakin kokoh di tahun- tahun selanjutnya.
Pemerintah yang terus menggenjot proyek pembangunan infrastrukur dan di sanalah semua bermuara; PT. Rajawali Group akan ikut ambil bagian dari kue keuntungan pembangunan. tahun 2006, Rajawali sudah masuk ranah sawit bahkan sebelum melepas saham Exelcomindo. Ia melalui Rajawali, berhasil membeli saham PT. Jaya Mandiri Sukses Group lalu memulai bisnis sawit kerika bagus bagusnya. Rajawali memiliki saham di perusahaan tersebut dan menikmati harga kelapa sawit yang kala itu masih tinggi.
Masuk di pertambangan, Rajawali memilih group usaha PT. International Prima Coal di 2007. Satu tahun kemudian, Rajawali melompat dari Kalimantan ke Papua. Perusahaan Rajawali masuk ke PT. Tandan Sawit Papua. Rajawali membuka 26.300 hektar kebun kelapa sawit di tanah Papua. Yang terakhir, perusahaan melepas saham PT. Bentoel yang dimilikinya dari awal usaha. Mungkin, Rajawali melihat ketatnya kompetisi. Perusahaan menjual saham senila nilai Rp.3,35 triliun kepada British American Tobacco (BAT).
"Kami ingin memfokuskan pada bidang properti, pertambangan, dan perkebunan," ujar Darjoto Setyawan, Direktur Pengelola Pengembangan Bisnis Rajawali Group. Ketiga pilar tersebut, Rajawali ingin kembali ke awal.
Pusat Data Business Indonesia (PDBI), periode 1976-1996, menyebut Rajawali memiliki lima sektor usaha, yaitu: pariwisata, transportasi, keuangan, perdagangan, dan jasa telekomunikasi. Tak tanggung-tanggung di sektor pariwisata mereka memiliki 16 perusahaan perhotelan dan kawasan wisata. Di sektor transportasi punya tiga perusahaan transportasi, yakni: Taxi Express, Rajawali Air Transport (chartered flight), dan pelayaran feri rute Batam-Singapura.
Di sektor keuangan, Rajawali memiliki 7 anak usaha, antara lain PT Jardine Fleming Nusantara sebuah sekuritas. Adapun di sektor perdagangan ada 9 perusahaan, misalnya Metro Department Store dan jaringan ritel farmasi Apotek Guardian. Di sektor telekomunikasi, Rajawali pernah memiliki Excelcomindo Pratama, yang dioperasikan sejak 1996 yang kemudian dijual ke Telekom Malaysia. Ia merambah industri kimia memproduksi polyester chip dan PET film lalu mendirikan PT Rajawali Polindo.
Rajawali ikut membangun Plaza Indonesia bersama Bimantara, Ometraco dan Grup Sinar Mas. Bahkan, Peter memiliki andil di PT Gemanusa Perkasa (perdagangan umum), PT Gemawidia Statindo Komputer (distributor komputer), PT Asiana Imi Industries (produsen stuff toys), dan PT Japfa Comfeed Indonesia; ada 13 perusahaan yang diakuisisi dan 6 perusahaan didivestasi.
Di sisi lain, grup usaha ini memiliki andil (penyertaan saham) di 13 perusahaan. Adapun total anak usaha dan perusahaan terafiliasi yang dimiliki Peter mencapai 49 perusahaan. Sebagai holding company di lingkungan Grup Rajawali, selain PT Rajawali Corporation adalah PT Danaswara Utama.
Dana dari penjualan saham ini kemudian digunakan untuk membeli 24,9% saham PT Semen Gresik senilai US$ 337 juta dari Cemex (Cementos Mexicanos). Tahun 2006, Rajawali terjun ke bisnis perkebunan sawit yang beroperasi di Kalimantan Timur dan Sumatera yang dalam sub-holding PT Jaya Mandiri Sukses Group. Sementara itu, industri pertambangan di Kalimantan dirambah grup usaha ini tahun 2007 melalui PT International Prima Coal. Di 2008, melalui PT Tandan Sawita Papua, Rajawali membuka perkebunan kelapa sawit seluas 26.300 hektare di Distrik Arso Timur, Kabupaten Keerom.
Grup Rajawali memperluas jaringan hotel di kawasan Indonesia seperti jaringan hotel bintang lima Sheraton di Bali, Lampung, Bandung dan Lombok, serta di Kuala Lumpur dan Langkawi. Masih ditambah dengan pengembangan Hotel Saint Regis (Bali) dan Novotel (Lombok). Bisnis pertambangan pun makin diseriusi Rajawali. Pada 2009, Rajawali mengakuisisi 37% saham Archipelago Resources (yang mengelola tambang emas) seharga US$ 60 juta. Kemudian, Rajawali membentuk perusahaan patungan dengan PT Bukit Asam di Kal-Tim.
Di mata Philip Purnama, Direktur Spinnaker Capital, Grup Rajawali dinilainya sebagai kelompok usaha yang smart dan oportunistis. Mereka sangat jeli melihat peluang bisnis dan sangat ahli dalam hal akuisisi aset-aset industri yang potensial, ujarnya. Bahkan, Philip berani menilai, komandan grup usaha ini, Peter Sondakh, lebih baik dari Warren Buffett. Seakan semua yang disentuhnya berubah jadi emas, seperti Raja Midas. (Sumber: http://biografi-pengusaha.blogspot.com)
Ia yang berumur 22 tahun, mengambil alih bisnis minyak kelapa dan ekspor kayu, mendirikan PT. Rajawali Corporation. Melalui Rajawali Corporation, ia memulai bisnis properti sebagai perluasan usaha yang ditekuni ayahnya. Peter mencoba memasuki korporasi besar, berkat keahlian kumonikasinya ia dekat dengan orde baru. Menyadari bisnis properti tidak menguntungkan, tahun 1984, ia menggandeng Bambang Trihatmodjo, putra dari president Soharto, menjalin kerja sama dengan PT.Rajawali Corporation miliknya.
Bersama- sama, keduanya mendirikan stasiun televisi pertama RCTI, lalu membangun bisnis hotel Grand Hyatt di tengah Jakarta. Sementara itu, ia juga fokus dengan bisnis pribadinya dibawah perlindungan orde baru. Dia mengambil alih bisnis gagal PT.Bentoel Group, resmi memasuki bisnis rokok. Pada 1999, PT.Bentoel mulai memperlihatkan geliat yang baik memberikan keuntungan. Berlanjut, ia yang melihat potensi pariwisata mendirikan bisnis Lombok Tourism Development Corporation.
Melalui Rajawali, ia membangun kemitraan mengembangakan Hyatt Hotel dan Novotel Sheraton menjadi jaringan hotel bintang lima. Pada tahun 2009, perusahaan mengakuisisi jaringan hotel berbintang lima lain di luar Indonesia. Ini peluang besar dengan Surfers Paradise Resort Hotel Pty. lmtd dari Australia. Perusahaan tersebut merupakan jaring hotel di Australia yang baru- baru ini membangun St. Regis Resort di Bali.
Krisis moneter
Krisis moneter menenggelamkan nama Peter Sondakh, tapi berkat fokusnya pada tiga bisnis utama (properti, pertambangan dan perkebunan); ia berubah menjadi orang terkaya di Indonesia. Ia menduduki ranking ke 8 se Indonesia. Dia dikenal sebagai investor melalui aksinya jual beli perusahaan. Peter dikenal melalui PT.Rajawali Coporation, memiliki kemampuan analisa dan kecepatan menentukan bisnis selanjutnya.Meski sulit mengenalnya sebagai pribadi. Perusahaan holdingnya tidak memiliki situs resmi yang memaparkan profil pemilik secara pribadi. Tapi, dia sudah dikenal secara sepak terjangnya sebagai pengusaha, dia dikenal sabagai pebisnis perhotelan, rokok, gedung perkantoran, telekomunikasi dan media, ritel, farmasi, pariwisata, hingga transportasi. Sekali lagi Peter merupakan sosok yang menarik melalui sepak terjangnya. Kita tidak pernah tau, bagaimana dia melihat suatu bisnis sepenuhnya.
Rajawali memiliki caranya selalu bertahan. Meski krismon, Peter melakukan serangkaian divestasi (melepas saham kepemilikan). Pada 2005, dia melepas saham atas Exelcomindo yang sebenarnya bagian dari Telekom Malaysia Group sebanyak 27,3%. Langkah selanjutnya, Rajawali melepas saham untuk 15, 97% atau senilai US$.438 juta untuk dana segar. Dana tersebut digunakan kembali untuk investasi 24, 9% di PT. Semen Gresik. Saham di PT. Semen Gresik membuat Rajawali semakin kokoh di tahun- tahun selanjutnya.
Pemerintah yang terus menggenjot proyek pembangunan infrastrukur dan di sanalah semua bermuara; PT. Rajawali Group akan ikut ambil bagian dari kue keuntungan pembangunan. tahun 2006, Rajawali sudah masuk ranah sawit bahkan sebelum melepas saham Exelcomindo. Ia melalui Rajawali, berhasil membeli saham PT. Jaya Mandiri Sukses Group lalu memulai bisnis sawit kerika bagus bagusnya. Rajawali memiliki saham di perusahaan tersebut dan menikmati harga kelapa sawit yang kala itu masih tinggi.
Masuk di pertambangan, Rajawali memilih group usaha PT. International Prima Coal di 2007. Satu tahun kemudian, Rajawali melompat dari Kalimantan ke Papua. Perusahaan Rajawali masuk ke PT. Tandan Sawit Papua. Rajawali membuka 26.300 hektar kebun kelapa sawit di tanah Papua. Yang terakhir, perusahaan melepas saham PT. Bentoel yang dimilikinya dari awal usaha. Mungkin, Rajawali melihat ketatnya kompetisi. Perusahaan menjual saham senila nilai Rp.3,35 triliun kepada British American Tobacco (BAT).
"Kami ingin memfokuskan pada bidang properti, pertambangan, dan perkebunan," ujar Darjoto Setyawan, Direktur Pengelola Pengembangan Bisnis Rajawali Group. Ketiga pilar tersebut, Rajawali ingin kembali ke awal.
Rajawali Corporation
Siapa Peter Sondakh? Itu sudah dijelaskan diawal. Lebih dekat, putra sulung B.J.Sondakh melanjutkan bisnis sang ayah, diperkirakan bisnis semenjak kecil dan memiliki saham atas PT.Bumi Modern sejak 1976. Cikal bakal Rajawali ketika dirinya membesarkan bisnis PT.Rajawali Wira Bhakti Utama. Perusahaan sang ayah yang dia miliki sepenuhnya di 1993. Ia merupakan pelopor tayangan televisi swasta.Pusat Data Business Indonesia (PDBI), periode 1976-1996, menyebut Rajawali memiliki lima sektor usaha, yaitu: pariwisata, transportasi, keuangan, perdagangan, dan jasa telekomunikasi. Tak tanggung-tanggung di sektor pariwisata mereka memiliki 16 perusahaan perhotelan dan kawasan wisata. Di sektor transportasi punya tiga perusahaan transportasi, yakni: Taxi Express, Rajawali Air Transport (chartered flight), dan pelayaran feri rute Batam-Singapura.
Di sektor keuangan, Rajawali memiliki 7 anak usaha, antara lain PT Jardine Fleming Nusantara sebuah sekuritas. Adapun di sektor perdagangan ada 9 perusahaan, misalnya Metro Department Store dan jaringan ritel farmasi Apotek Guardian. Di sektor telekomunikasi, Rajawali pernah memiliki Excelcomindo Pratama, yang dioperasikan sejak 1996 yang kemudian dijual ke Telekom Malaysia. Ia merambah industri kimia memproduksi polyester chip dan PET film lalu mendirikan PT Rajawali Polindo.
Rajawali ikut membangun Plaza Indonesia bersama Bimantara, Ometraco dan Grup Sinar Mas. Bahkan, Peter memiliki andil di PT Gemanusa Perkasa (perdagangan umum), PT Gemawidia Statindo Komputer (distributor komputer), PT Asiana Imi Industries (produsen stuff toys), dan PT Japfa Comfeed Indonesia; ada 13 perusahaan yang diakuisisi dan 6 perusahaan didivestasi.
Di sisi lain, grup usaha ini memiliki andil (penyertaan saham) di 13 perusahaan. Adapun total anak usaha dan perusahaan terafiliasi yang dimiliki Peter mencapai 49 perusahaan. Sebagai holding company di lingkungan Grup Rajawali, selain PT Rajawali Corporation adalah PT Danaswara Utama.
Bisnis Terbaru
Awal tahun 2005, Peter membuat kejutan. Aksi korporat yang atraktif adalah ketika ia menjual 27,3% sahamnya di Excelcomindo yang sebenarnya termasuk salah satu bintang industri telekomunikasi nasional kepada Telekom Malaysia Group pada 2005. Nilai saham tadi setara US$ 314 juta, langkah divestasi ini berlanjut pada 2007 ketika Rajawali melepaskan 15,97% sahamnya di Excelcomindo senilai US$ 438 juta kepada Etisalat (perusahaan telekomunikasi Uni Emirat Arab).Dana dari penjualan saham ini kemudian digunakan untuk membeli 24,9% saham PT Semen Gresik senilai US$ 337 juta dari Cemex (Cementos Mexicanos). Tahun 2006, Rajawali terjun ke bisnis perkebunan sawit yang beroperasi di Kalimantan Timur dan Sumatera yang dalam sub-holding PT Jaya Mandiri Sukses Group. Sementara itu, industri pertambangan di Kalimantan dirambah grup usaha ini tahun 2007 melalui PT International Prima Coal. Di 2008, melalui PT Tandan Sawita Papua, Rajawali membuka perkebunan kelapa sawit seluas 26.300 hektare di Distrik Arso Timur, Kabupaten Keerom.
Grup Rajawali memperluas jaringan hotel di kawasan Indonesia seperti jaringan hotel bintang lima Sheraton di Bali, Lampung, Bandung dan Lombok, serta di Kuala Lumpur dan Langkawi. Masih ditambah dengan pengembangan Hotel Saint Regis (Bali) dan Novotel (Lombok). Bisnis pertambangan pun makin diseriusi Rajawali. Pada 2009, Rajawali mengakuisisi 37% saham Archipelago Resources (yang mengelola tambang emas) seharga US$ 60 juta. Kemudian, Rajawali membentuk perusahaan patungan dengan PT Bukit Asam di Kal-Tim.
Di mata Philip Purnama, Direktur Spinnaker Capital, Grup Rajawali dinilainya sebagai kelompok usaha yang smart dan oportunistis. Mereka sangat jeli melihat peluang bisnis dan sangat ahli dalam hal akuisisi aset-aset industri yang potensial, ujarnya. Bahkan, Philip berani menilai, komandan grup usaha ini, Peter Sondakh, lebih baik dari Warren Buffett. Seakan semua yang disentuhnya berubah jadi emas, seperti Raja Midas. (Sumber: http://biografi-pengusaha.blogspot.com)
Sekian update informasi kali ini seputar Biografi Pengusaha Sukses: Peter Sondakh Pimpinan Rajawali Group. Semoga bermanfaat dan dapat menginspirasi sobat semua. Salam.
Labels:
Profil Pengusaha Sukses
at
5:49 AM
Belum ada komentar untuk "Profil Biografi Peter Sondakh (Rajawali Group) Terbaru 2014"
Post a Comment